Apa aku ini? manusia paling sombong sedunia? Hingga menyebut berkah Tuhan sebagai sampah?
Tapi ini memang agak sedikit mengganggu. Mimpiku berantakan. Aku lupa sama sekali kecuali bagian saat ia menatapku dengan tatapan datarnya. Tapi, bukankah dia manusia yang kucintai itu? Jadi aku senang-senang saja meski hanya tatapan datar. Toh, bagaimanapun juga dia mengorbankan lima detiknya untuk menatapku, dan membuatku gelagapan tak karuan.
Aku kembali bermimpi. Mimpi yang sama. Ketika sinar matahari tumpah dan membangunkanku. Bedanya adalah objek pertama yang kulihat adalah dia yang menatapku ragu. Entah benci karena kelakuanku atau kagum karena keanggunanku. Ah tidak. Aku bukannya punya wajah bidadari yang sempurna ketika disinari sesuatu. Kulitku bahkan lebih kusam darinya. Jadi yang kedua itu, harusnya kutepis jauh-jauh kan?
Tapi apa salahnya aku berkhayal. Ini mimpiku. Aku tokoh utama yang bisa jadi apa saja. Aku bisa jadi aku yang punya rambut halus, punya badan proporsional, punya gelar gadis idaman. Heh, menjijikkan.
Sinarnya hilang. Tak ada lagi. Tak mengganggu pandanganku, pandangan kami, untuk saling bertatapan. Tapi, aku malah jadi grogi karena ternyata terlalu jelas. Lalu aku yang gelagapan ini, yah, sebenarnya aku sudah menjaga ekspresiku agar tetap wajar sejak mimpi ini dimulai kembali. Jangan sampai kejadiannya sama seperti mimpi yang pertama. Tapi, entahlah. Sepertinya sama saja. Jadi aku mengalihkan pandangan darinya yang masih menatapku, ke arah yang lain. Tapi.. ah sial.
Laki-laki itu menatapku juga. Well, aku tak mengharapkan tatapan darimu wahai si keren, si cerdas, atau duta kelas, atau apalah. Si keren ini adalah orang yang di gosipkan dengan banyak perempuan dikelas. Perlu diketahui, aku tak melihat sesuatu yang indah darinya. Oke, mungkin aku sempat susah mengerjap ketika ia tertawa bersamaku, saat seorang guru itu tak henti-hentinya mengucapkan kata-kata konyol. Tapi, oh tidak. Aku rasa aku agak salah menilainya.
Dia berhenti menatapku. Lalu menatap guru yang tengah mengajar kami. Guru itu tak menatapku. Teman sebangku pun juga tidak. Syukurlah aku bukannya terlalu aneh sampai harus dilihat seluruh anak di kelas. Tertidur di tengah pelajaran sejarah bukan hal yang aneh kan?
Lalu aku merasakan sesuatu membakar tanganku. Aku terjaga. Membuka mata perlahan. Menyaksikan cahaya yang sama seperti mimpiku yang pertama. Sama seperti saat aku terjaga untuk pertama kalinya. Sama seperti saat aku bermimpi kedua kalinya. Lalu aku melihatnya tengah memandang lurus ke papan tulis. Agak kesal memang, tapi ini hal wajar karena ini nyata.
Lama-lama, cahayanya bukannya menghilang. Tapi menyorot sisi lain. Menyorot si keren yang tengah menatapku. Tapi sedetik kemudian ia menatap arah lain. Papan tulis juga. Lagaknya tak lagi sama seperti biasa. Badannya terlalu tegap dibandingkan posisi awal. Matanya tak fokus. Aku tahu ia berakting layaknya vampir berakting manusia.
Tapi.. Oh tidak. Apa yang kulakukan? Aku tidak bisa berhenti menatapnya. Atau jangan-jangan aku masih bermimpi?
Hanya satu, jangan memilih pelajaran untuk waktu tidur
Kau akan susah membedakan mimpi dan kenyataan